Jakarta, 16 Mei 2025 – Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan RI melaksanakan Operasi Wira Waspada 2025 secara serentak di bawah kendali pusat dari Rabu sampai dengan Jumat, 14 -16 Mei 2025, yang mencakup wilayah DKI Jakarta, Kota Depok, Kota Tangerang, dan Kota Bekasi (Jadetabek).
Operasi ini dalam rangka upaya preventif terjadinya pelanggaran keimigrasian yaitu penyalahgunaan izin tinggal guna menjaga stabilitas dan keamanan negara serta meningkatkan pengawasan terhadap keberadaan dan kegiatan orang asing di Indonesia, sebagai langkah pencegahan terhadap pelanggaran keimigrasian seperti penyalahgunaan izin tinggal, overstay, kegiatan ilegal, dan pelanggaran hukum lainnya.
Plt Dirjen Imigrasi Yuldi Yusma mengatakan Operasi Wira Waspada dilakukan oleh jajaran Kantor Imigrasi di wilayah kerja masing-masing, di bawah koordinasi Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian yang dilaksanakan secara serentak di 28 titik yang tersebar di Jabodetabek.
Dalam operasi tersebut terjaring sebanyak 170 Warga Negara Asing (WNA) dari 27 Negara. Orang asing itu berasal dari Nigeria 61 orang, Kamerun sebanyak 27 orang, Pakistan 14 orang, Sierra Leone 12 orang, Pantai Gading 8 orang, dan Gambia 8 orang. Para WNA itu menggunakan visa investor fiktif.
Pemeriksaan yang dilakukan, para WNA tersebut mayoritas menggunakan visa investor. Mereka seolah-olah melakukan investasi di Indonesia. Namun ketika dicek kegiatan investasinya tidak ada, dan perusahaan yang mereka investasikan di Indonesia juga tidak ada.
Menurut Plt Dirjen Imigrasi, para WNA tersebut diduga melanggar Pasal 78 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Mengenai orang asing pemegang izin tinggal yang berada di wilayah Indonesia dan melebihi masa berlakunya.
Serta Pasal 123 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang mengatur tentang penyampaian data palsu atau keterangan yang tidak benar untuk memperoleh visa dan izin tinggal.
"Ancaman hukuman atas pelanggaran ini adalah pidana paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak 500 juta rupiah, serta pengenaan Tindakan Administrasi Keimigrasian (TAK) berupa pendeportasian dan pencantuman dalam daftar penangkalan," ujarnya.